Selasa, 29 Maret 2011

Obesitas dan kretirianya

Obesitas
               Obesitas atau obesity berasal dari bahasa latin yaitu “ob” yang berarti akibat dari dan “esum” artinya makan. Sehingga obesitas dapat didefinisikan akibat pola makan yang berlebihan (Harry, 2010 : 10). Obesitas dapat diartikan juga keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat di bandingkan berat badan ideal yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuh ( Atikah, 2010 : 70).
               Konsekuensi obesitas pada remaja telah menarik perhatian yang lebih dibidang kesehatan karena prevalensinya meningkat di seluruh dunia dan memberikan pengaruh pada saat dewasa. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menyelidiki pengaruh obesitas pada remaja baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Namun demikian tidaklah mudah untuk membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya karena perbedaan populasi pada penelitian, perbedaan jumlah sampel, jarak usia, dan kelompok etnis.
               Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori yang lebih banyak dari yang diperlukan tubuh. Meskipun penyebab utamanya belum di ketahui, namun obesitas pada remaja terlihat cenderung kompleks, multifaktorial dan berperan sebagai pencetus terjadinya penyakit kronis dan degenerative seperti dikaitkan pada beberapa keadaan seperti: Hipertensi, Diabetes Melitus Tipe II, Dislipidemia, Hypertrofi Ventrikel Kiri, Steatohepatitis Nonalkoholik, Sleep Apnea Obstruktif, masalah orthopedi misalnya slipped capital-femoral epiphysis dan masalahb psikososial, asma, gastroesopageal refluks (GER), dan konstipasi     (Atikah, 2010 : 72). Peningkatan laju filtrasi glomerulus, hipertrofi ginjal, dan proteinuria mungkin terjadi pada remaja obes yaitu dengan ditemukan gambaran berupa glomerulosklerosis fokal segmental, proliferasi mesangial, dan glomerulomegali pada pemeriksaan histopatologi. Hubungan obesitas dengan glomerulopati dikaitkan dengan hipertensi, hiperinsulinemia dan hiperlipidemia.
               Obesitas merupakan hal penting yang harus dipikirkan karena keadaan tersebut merupakan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah. Perkiraan tersebut diduga bahwa hipertensi mungkin sudah berkembang pada masa remaja. Pencegahan obesitas pada anak atau remaja merupakan hal yang penting dalam mengurangi risiko penyakit jantung koroner ataupun gagal jantung di kemudian hari ( Faisal, 2010 : 33).
  
Etiologi Obesitas
Meskipun masalah genetik dan hormonal juga dapat menjadi penyebab terjadinya obesitas pada remaja, kebanyakan kasus kelebihan berat badan disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara asupan makanan yang berlebihan sedangkan aktivitas fisik kurang. Bila remaja mengkonsumsi kalori lebih banyak dari pada kalori yang dibuang melalui aktivitas dan perkembangan fisik yang normal, maka dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Berikut faktor resiko yang berperan terjadinya obesitas antara lain sebagai berikut (Atikah, 2010 : 70) :
1.      Faktor genetik
                 Obesitas cenderung untuk diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagai gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup dengan genetik. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberi kontribusi sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Gen yang berpengaruh pada terjadinya adalah hormon leptin. Bila hormon leptin meningkat akan merangsang sang reseptor leptin untuk menghasilkan Propia melanocortin (POMC) hingga kadar alfa MSH ( Melanosit stimuling Hormon) meningkat yang merangsang penghasilan melanocortin yang menurukan selera makan.
                 Selain merangsang reseptor leptin, hormon leptin juga merangsang pengeluaran AgRP (Agouti-related peptide) yang juga meningkatkan melanocortin yang semuanya menurunkan nafsu makan.
2.      Faktor lingkungan
                 Gen merupakan faktor penting dalam timbulnya obesitas, namun lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Yang termasuk lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau pola gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktifitasnya setiap hari. Seseorang tidak dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
3.      Faktor Psikososial
                 Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberi reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan emosi ini merupakan masalah serius pada wanita muda penderita obesitas, dan dapat menimbulkan kesadaran berlebihan tentang kegemukan serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan berosialisasi.
4.      Faktor kesehatan
                       Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas antara lain: hipotiroidisme, sindroma Chusing, Prader-Willi dan beberapa menjadi banyak makan. Obat-obatan juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-obatan tertentu seperti steroid dan beberapa anti-depresant, dapat menyebabkan penambahan berat badan.
5.      Faktor perkembangan
                 Penambahan ukuran dan atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang  disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, dapat memiliki sel lemak lima kali lebih banyak di bandingkan dengan orang dengan berat badan normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, oleh karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak dalam setiap sel.
6.      Aktifitas fisik
                 Seseorang dengan aktifitas fisik yang kurang dapat meningkatkan prevalensi terjadinya obesitas. Orang-orang yang kurang aktif memerlukan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan orang dengan aktivitas fisik yang tinggi. Seseorang yang hidupnya kurang aktif atau tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung mengalami obesitas.


 Kriteria Obesitas
               Bentuk fisik obesitas dibedakan menurut distribusi lemak yaitu apple shape body (android) bila lebih banyak lemak di bagian atas tubuh (dada dan pinggang), dan pear shape body (gynoid) bila lebih banyak lemak di bagian bawah tubuh (pinggul dan paha). Bentuk pertengahan adalah intermediate.
               Berdasarkan antropometri, obesitas pada remaja ditentukan berdasarkan tiga metode pengukuran sebagai berikut:
1.       Mengukur berat badan ideal
            Ukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Obesitas didefinisikan sebagai berat badan menurut tinggi badan di atas persentil 90 atau BB ideal ≥120%. Dapat di hitung dengan menggunakan rumus Brocca yaitu :
BB ideal = ( TB-100) – 10 % (TB – 100)
2.      Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
            The World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan sebagai dasar pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas 2 tahun. Ini merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obes yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis.  Cara menghitung body mass index adalah dengan membagi berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2) dan anda akan menemukan berapa indeks massa tubuh anda.
 
BMI  =                   Berat badan (kg)            . 
                                                                            Tinggi badan (m2)
           
Seseorang dikatakan disebut berat badan sehat sehat bila BMI berada diantara 20-25 kg/m2. Apabila BMI libih dari 30 kg/m2 maka dapat dikatakan sebagai kreteria obesitas dan harus waspada karena kesehatan seseorang sedang terancam, bagi orang Asia, BMI dengan ukuran 27,5 saja sudah mulai menjadi perhatian (WHO,2005).
Kelompok
BMI ( kg / m2 )
Resiko Penyakit
Berat badan kurang
< 18,5
Resiko sakit jantung rendah tetapi menderita penyakit lain meningkat.
Normal
18,5 – 24,9
Rata-rata penduduk
PraObesitas
25 – 29,9
Meningkat
Obesitas I
30 – 34,0
Sedang
Obesitas II
35 – 39,9
Berbahaya
Obesitas III
> 40
Sangat berbahaya
              

















           
  Tabel nilai BMI menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

3.      Pengukuran lingkar pinggang.
            Penumpukan lemak tubuh di badan bagian tengah lebih berbahaya menggangu kesehatan daripada penumpukan lemak di sekitar pinggul. Pinggang diukur pada titik yang paling tersempit, sedangkan pingul diukur padavtitik yang terlebar. Kemudian, ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (WNR) :
WNR =  Ukuran pinggang
              Ukuran pinggul
            Nilai lebih dari 0,9 pada pria dan 0,8 pada wanita dihubungkan dengan peningkatan resiko hipertensi dan penyakit jantung-pembuluh darah.
            Yang paling berbahaya adalah timbunan lemak di dalam rongga perut, yang kemudian disebut sebagai obesitas sentral. Obesitas sentral sering dikaitkan dengan komplikasi metabolic dan pembuluh darah, sehingga Nampak pengukuran lingkar pinggang lebih member arti dibandingkan bila menggunakan IMT atau BMI. Adanya timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar pinggang. Sebagai patokan, pinggang yang berukuran > 90 cm, merupakan tanda bahaya obesitas bagi pria. Sedangkan untuk wanita, resiko tersebut meningkatkan apabila lingkar pinggang berukuran > 80 cm (Atikah, 2010 : 81).